NativZen
Advertising Area

Alibaba Cloud Merilis Survei “Tech-Driven Sustainability Trends and Index 2024”

Lebih dari tiga perempat perusahaan meyakini bahwa teknologi adalah kunci untuk mencapai tujuan keberlanjutan global.

Advertising Area

NATIVZEN.com – Sebanyak 80% perusahaan yang disurvei di Asia, Eropa, dan Timur Tengah telah menetapkan target keberlanjutan mereka. Namun, lebih dari setengahnya (53%) masih bergantung pada metode manual untuk mengukur progres mereka.

Informasi tersebut lahir dari laporan survei bertajuk “Tech-Driven Sustainability Trends and Index 2024” yang diinisiasi oleh Alibaba Cloud, penyedia teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) dari Alibaba Group.

Laporan tersebut juga menunjukkan perusahaan yang memiliki target keberlanjutan, yakni sebesar 92% telah menetapkan target pengurangan emisi. Meski begitu, hanya sepertiga yang berkomitmen pada pencapaian net-zero dengan target berbasis sains/science-based targets (SBTs).

Adopsi SBTs tertinggi berada di pasar Asia yang sedang berkembang (39%), diikuti oleh Eropa (35%), pasar Asia yang maju (30%), dan Timur Tengah (22%). Sekitar setengah dari perusahaan yang memiliki target keberlanjutan menyebutkan pendorong pertumbuhan (56%).

Sementara itu, terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan (54%), dan tujuan perusahaan yang kuat (49%) sebagai motivasi utama mereka dalam menetapkan target perusahaan mereka. Khususnya, di antara semua pasar, Indonesia menempati posisi tertinggi.

Tercatat, di Indonesia sebesar 70% perusahaan yang memprioritaskan pertumbuhan, diikuti oleh Arab Saudi yang menekankan kepatuhan (73%), dan Uni Emirat Arab (UAE) yang menempatkan prioritas pada nilai perusahaan yang kuat (61%).

Sebanyak 78% perusahaan setuju bahwa teknologi sangat penting untuk mencapai tujuan-tujuan keberlanjutan global di pasar-pasar utama termasuk Malaysia (89%), Arab Saudi (87%), Singapura (86%), dan Prancis (86%). 

Secara regional, keyakinan ini paling dominan di Timur Tengah (86%), diikuti oleh pasar Asia yang sedang berkembang (83%). Demikian pula, 78% percaya bahwa adopsi teknologi digital seperti cloud computing dan AI akan mempercepat kemajuan menuju target keberlanjutan.

Terkait dengan adopsi teknologi akan mempercepat kemajuan menuju target keberlanjutan, Arab Saudi memimpin di angka 90%, selanjutnya diikuti oleh UAE (84%) dan Singapura (81%).

Tingkat Komitmen Pasar dan Tantangannya

Ketika menilai tingkat komitmen pasar, Singapura menempati peringkat tertinggi dengan indeks keberlanjutan 91%, diikuti oleh Jerman di 89% dan Indonesia di 86%. Indeks keberlanjutan mengacu pada persentase perusahaan yang telah menetapkan target keberlanjutan di 13 pasar.

Perusahaan-perusahaan menghadapi berbagai hambatan dalam mencapai target keberlanjutan mereka. Keterbatasan anggaran menjadi hambatan paling signifikan yang mempengaruhi 29% organisasi, terutama di Timur Tengah (41%) dan Eropa (31%).

Rantai pasokan yang kompleks juga mempersulit upaya yang ada terhadap 28% perusahaan, terutama di Timur Tengah (35%) dan Eropa (29%). Selain itu, keterbatasan teknologi menghambat 23% perusahaan.

Tercatat, Timur Tengah menghadapi tingkat yang sedikit lebih tinggi sebesar 26%. Keterbatasan waktu juga menjadi tantangan signifikan di semua wilayah dan mempengaruhi 23% organisasi. Keterbatasan anggaran (32%) dan keterbatasan teknologi (29%) tetap menjadi hambatan utama.

Ketergantungan pada Pengukuran Manual

Seiring dengan upaya perusahaan untuk meningkatkan upaya keberlanjutannya, kebutuhan akan alat digital yang efektif menjadi semakin krusial. Hasil survei menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman perusahaan-perusahaan tentang alat digital.

Karena 59% responden mengakui adanya kesenjangan pengetahuan mengenai bagaimana teknologi dapat membantu mencapai tujuan keberlanjutan. Hal ini paling terlihat di Singapura (83%), Hong Kong (75%), dan Thailand (70%).

Laporan ini juga mengungkapkan ketergantungan yang masih tinggi pada praktik tradisional di kalangan bisnis, yang dapat menimbulkan tantangan dalam mencapai tujuan keberlanjutan secara efektif.

Studi ini menemukan lebih dari 50% perusahaan yang masih bergantung pada proses manual seperti spreadsheet, e-mail, dan metode serupa untuk mengukur kinerja keberlanjutan. Semua pasar, kecuali Hong Kong (29%), Korea Selatan (43%), dan Prancis (49%), melampaui ambang batas 50%.

Persentase tertinggi di UAE (68%), Arab Saudi (61%), dan Inggris (60%). Sementara itu, hanya sekitar sepertiga perusahaan yang menggunakan alat perangkat lunak digital, termasuk platform cloud, untuk pengukuran dan pemantauan keberlanjutan.

Sementara itu, tiga negara, yakni Indonesia (59%), Singapura (48%), dan Jepang (43%) menunjukkan adopsi solusi berbasis cloud (cloud base) yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata penggunaan di angka 38%.

“Hasil yang diperoleh dari survei ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi organisasi-organisasi untuk mengevaluasi kembali metodologi pengukuran keberlanjutan mereka,” ujar Selina Yuan, Presiden Bisnis Internasional, Alibaba Cloud Intelligence.

Ditambahkan oleh Selina, diharapkan semua organisasi tersebut mulai menggunakan solusi teknologi canggih seperti platform berbasis cloud dan layanan AI. Alat-alat digital ini tidak hanya  akan menyederhanakan proses pengukuran, tetapi juga bisa memberikan pemahaman.

“Sebagai penyedia layanan cloud yang berdedikasi, kami berkomitmen untuk memberikan solusi inovatif dan berbasis AI seperti Energy Expert guna membantu perusahaan mengukur dan menganalisis emisi karbon serta konsumsi energi secara efektif,” tambah Selina.

“Tech-Driven Sustainability Trends and Index 2024” bertujuan untuk memberikan wawasan berharga tentang perkembangan lanskap keberlanjutan perusahaan, serta mendalami bagaimana teknologi dapat diterapkan untuk mendorong perubahan yang berdampak.

Terkait Survei Tersebut

“Tech-Driven Sustainability Trends and Index 2024” dari Alibaba Cloud dilakukan secara independen oleh Yonder Consulting, sebuah firma konsultan yang berbasis di Inggris, dengan dukungan konsultasi, desain, dan analisis dari The Purpose Business.

Survei digelar dari 10 Mei hingga 19 Juni 2024, yang melibatkan 1.300 pemimpin bisnis dan manajemen senior dari berbagai industri, termasuk teknologi dan komunikasi, keuangan, infrastruktur, sumber daya terbarukan, kesehatan, transportasi, ritel, dan manufaktur.

Responden berasal dari 13 pasar di Asia (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Hong Kong SAR, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan), Eropa (Prancis, Jerman, dan Inggris), serta Timur Tengah (Arab Saudi dan UEA).

Dalam survei ini, negara-negara Asia Timur seperti Hong Kong SAR, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan dikategorikan sebagai pasar maju, sementara Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand termasuk dalam kategori pasar berkembang.

Avatar photo

Eko Lanue Ardie

co-Founder & Pimpinan Redaksi nativzen (www.nativzen.com); Jurnalis di industri teknologi dan gadget yang sudah berkecimpung sejak 2010.

Advertising Area
Advertising Area

Your Header Sidebar area is currently empty. Hurry up and add some widgets.