NATIVZEN.com – Fortine baru-baru ini telah merilis Laporan Prediksi Ancaman Siber 2025. Laporan tersebut memberikan wawasan penting tentang lanskap serangan siber alias cybercrime yang terus berkembang.
Meskipun pelaku ancaman masih menggunakan taktik klasik yang telah bertahan selama beberapa dekade, laporan ini menyoroti pergeseran ke arah strategi yang lebih ambisius, canggih, dan destruktif.
Kelompok Cybercrime-as-a-Service (CaaS) juga menjadi semakin terspesialisasi. Sementara, pelaku ancaman mulai mengadopsi panduan serangan yang menggabungkan ancaman digital dan fisik untuk melancarkan serangan yang sangat terarah dan berdampak.
Laporan yang dikembangkan oleh FortiGuard Labs ini menganalisis evolusi metode serangan tradisional, tren baru yang membentuk masa depan kejahatan siber, serta memberikan rekomendasi praktis bagi organisasi untuk memperkuat ketahanan mereka.
Laporan ini juga memberikan pandangan tentang tantangan yang ditimbulkan oleh lanskap ancaman yang terus berubah dengan cepat, sekaligus membekali bisnis dengan wawasan yang diperlukan untuk secara proaktif menghadapi ancaman siber yang semakin canggih.
“Seiring dengan terus berkembangnya taktik pelaku kejahatan siber, tahun 2025 diperkirakan akan membawa gelombang baru serangan yang sangat terfokus dan didukung oleh AI alias kecerdasan buatan,” ujar Edwin Lim, Country Director, Fortinet Indonesia.
Ditambahkan Edwin bahwa mulai dari meningkatnya layanan Cybercrime-as-a-Service hingga konvergensi antara ancaman siber dan fisik, tren ini mencerminkan bagaimana para pelaku ancaman mendorong batasan melancarkan serangan yang lebih presisi dan berskala besar.
Tren Ancaman Baru yang Perlu Diperhatikan
Seiring dengan berkembangnya kejahatan dunia maya, kami mengantisipasi munculnya beberapa tren unik pada tahun 2025 dan di masa mendatang. Berikut ini sekilas tentang apa yang kami prediksikan.
- Meningkatnya Keahlian dalam Rantai Serangan: Dalam beberapa tahun terakhir, pelaku kejahatan siber semakin banyak menghabiskan waktu “di fase booming” (left of boom), khususnya pada tahap pengintaian dan persenjataan dalam rantai serangan siber (cyber kill chain). Akibatnya, aktor ancaman kini dapat melancarkan serangan yang lebih terarah dengan cepat dan presisi. Sebelumnya, kami sering mengamati banyak penyedia Crime-as-a-Service (CaaS) bertindak sebagai ‘serba bisa’—menyediakan segala yang dibutuhkan pembeli untuk melakukan serangan, mulai dari kit phishing hingga muatan berbahaya. Namun, kami memperkirakan bahwa kelompok CaaS akan semakin beralih ke spesialisasi, dengan banyak kelompok fokus pada menyediakan layanan yang menargetkan hanya satu segmen tertentu dari rantai serangan.
- Cloud dengan Peluang Serangan Siber: Meskipun perangkat edge tetap menjadi target utama bagi pelaku ancaman, ada bagian lain dari permukaan serangan yang harus mendapatkan perhatian serius dari para pembela keamanan di tahun-tahun mendatang: lingkungan cloud mereka. Meskipun teknologi cloud bukan hal baru, minat pelaku kejahatan siber terhadapnya terus meningkat. Mengingat sebagian besar organisasi mengandalkan berbagai penyedia layanan cloud, tidak mengherankan jika semakin banyak kerentanan khususnya cloud dimanfaatkan oleh penyerang—tren yang diperkirakan akan terus berkembang di masa depan.
- Alat Peretasan Otomatis Memasuki Pasar Gelap: Beragam vektor serangan dan kode terkait kini tersedia di pasar Crime-as-a-Service (CaaS), seperti kit phishing, Ransomware-as-a-Service, DDoS-as-a-Service, dan lainnya. Meskipun beberapa kelompok kejahatan siber sudah mulai memanfaatkan AI untuk memperkuat layanan CaaS mereka, diperkirakan tren ini akan semakin berkembang. Juga diprediksi bahwa penyerang akan memanfaatkan output otomatis dari LLM (Large Language Model) untuk mendukung layanan CaaS dan memperluas pasar, misalnya dengan memanfaatkan hasil pengintaian media sosial dan mengotomatisasi intelejen tersebut menjadi kit phishing yang dikemas secara rapi.
- Playbook/Strategi Kejahatan Siber Kini Mencakup Ancaman Dunia Nyata: Pelaku kejahatan siber terus mengembangkan strategi mereka, dengan serangan yang semakin agresif dan destruktif. Diprediksi bahwa mereka akan memperluas playbook mereka dengan menggabungkan serangan siber dan ancaman fisik di dunia nyata. Saat ini, beberapa kelompok kejahatan siber sudah mulai mengancam fisik eksekutif dan karyawan sebuah organisasi, dan diperkirakan hal ini akan menjadi bagian rutin dari banyak playbook di masa depan. Selain itu, diprediksi bahwa kejahatan transnasional—seperti perdagangan narkoba, penyelundupan manusia atau barang, dan lainnya—akan menjadi elemen reguler dalam playbook yang lebih canggih, di mana kelompok kejahatan siber dan organisasi kejahatan transnasional bekerja sama.
- Kerangka Kerja Anti-Pelaku Ancaman Akan Berkembang: Seiring dengan terus berkembangnya strategi pelaku kejahatan siber, komunitas keamanan siber global juga dapat mengembangkan langkah-langkah responsif yang setara. Upaya kolaborasi global, kemitraan antara sektor publik dan swasta, serta pengembangan kerangka kerja untuk menghadapi ancaman adalah langkah-langkah penting untuk meningkatkan ketahanan kolektif kita. Berbagai upaya terkait—seperti Cybercrime Atlas dari World Economic Forum, yang didukung oleh Fortinet sebagai anggota pendiri—sudah berjalan, dan diperkirakan lebih banyak inisiatif kolaboratif akan muncul untuk secara signifikan mengganggu aktivitas kejahatan siber.
Meningkatkan Ketahanan Kolektif
Pelaku kejahatan siber akan selalu mencari cara baru untuk menyusup ke dalam organisasi. Namun, terdapat banyak peluang bagi komunitas keamanan siber untuk berkolaborasi dalam mengantisipasi langkah berikutnya dari para pelaku ancaman.
Nilai dari upaya lintas industri dan kemitraan publik-swasta tidak dapat diremehkan, dan kami memperkirakan jumlah organisasi yang terlibat dalam kolaborasi semacam ini akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
“Organisasi atau perusahaan juga harus ingat bahwa keamanan siber adalah tanggung jawab semua pihak, bukan hanya tim keamanan dan TI. Misalnya, penerapan kesadaran dan pelatihan keamanan secara menyeluruh di seluruh perusahaan,” tambah Edwin.
Terakhir, pihak lain juga memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan dan mematuhi praktik keamanan siber yang kuat, mulai dari pemerintah hingga vendor yang memproduksi produk keamanan yang kita andalkan.
“Tidak ada organisasi atau tim keamanan yang dapat menghentikan kejahatan siber sendirian. Bekerja sama di seluruh industri, kita secara kolektif berada dalam posisi yang lebih baik untuk melawan pelaku ancaman dan melindungi masyarakat secara efektif,” pungkas Edwin.