NATIVZEN.com – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong transformasi digital nasional dengan mempublikasikan hasil Survei Internet APJII 2025.
Ketua Umum APJII, Muhammad Arif Angga mengatakan dalam survei yang melibatkan 8.700 responden dari 38 provinsi di Indonesia ini mencatat pada tahun 2025 ini, sebanyak 80,66% (229 juta jiwa) masyarakat telah terhubung ke internet.
Jumlah ini meningkat sebanyak 1,16%, dimana pada tahun 2024 lalu jumlah tingkat penetrasi internet nasional mencapai 79,50% (225 juta jiwa). Tidak hanya itu, survei juga mencatat terjadinya peningkatan signifikan dalam penggunaan dan konsumsi konten berbasis AI.

Generasi Z (Gen-Z) juga mendominasi sebagai kelompok usia yang paling banyak mengakses konten seputar teknologi, termasuk AI alias kecerdasan buatan. Namun, peningkatan tren ini tentu saja bukan tanpa tantangan.
Survei menyebutkan, 24,89% responden mengalami pencurian data pribadi, sementara 22,12% melaporkan perangkat terkena virus, dan 16,09% mengalami kasus phishing atau hacking. Lebih dari 41% pengguna internet juga tidak tahu atau tidak pernah mengganti password.
Tak hanya keamanan data, kesenjangan akses internet di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri. Di Indonesia Timur, kawasan seperti Maluku dan Papua baru mencatatkan angka penetrasi akses internet sebesar 69,26%.
Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan Pulau Jawa dengan tingkat penetrasinya yang mencapai 84,69%. Menanggapi hal ini, Arif secara tegas mengatakan bahwa kemajuan digital nasional tidak boleh meninggalkan satu daerah pun.



“Saya percaya bahwa kunci kemajuan digital serta pengembangan teknologi seperti AI nasional bertumpu pada persebaran akses internet yang merata di seluruh daerah, termasuk di daerah yang termasuk dalam 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar),” ujar Arif.
Ditambahkan oleh Arif bahwa AI kini bukan hanya menjadi konsumsi golongan tertentu, namun, telah menjadi konsumsi digital harian generasi muda Indonesia. Meningkatnya konsumsi konten berbasis AI ini karena bagi Gen-Z, AI merupakan jenis hiburan baru.
“Kehadiran AI atau yang juga disebut akal imitasi akan memudahkan anak-anak muda kita dalam belajar dan bekerja hingga mempelajari teknologi baru yang juga mendorong mereka untuk mengeksplorasi kreativitasnya,” tambah Arif.
Survei Segmentasi Pasar ISP 2025 juga menunjukkan bahwa 64% perusahaan penyelenggara layanan internet (ISP) di Indonesia telah mengadopsi teknologi AI dalam berbagai aspek operasional, termasuk layanan pelanggan, pemasaran digital, dan keamanan siber.
Namun, tantangan seperti kurangnya sumber daya manusia yang memahami AI, keterbatasan anggaran, serta isu privasi masih menjadi hambatan utama. Meski begitu, sebagian besar perusahaan ISP merasakan peningkatan efisiensi melalui pemanfaatan teknologi ini.
“Tugas kita saat ini adalah memastikan masyarakat Indonesia tak hanya menjadi konsumen, namun sebagai produsen dalam ekosistem AI global. Semua ini dapat kita capai dengan mendorong konektivitas yang merata, literasi digital yang inklusif, serta kolaborasi,” ungkap Arif.
Tak hanya menjadi tren di kalangan Gen-Z, teknologi AI juga mulai banyak diadopsi oleh penyedia layanan internet (ISP). Sebanyak dua dari tiga ISP di Indonesia telah memanfaatkan AI untuk meningkatkan layanan.
Pemanfaatan AI tersebut mulai dari penggunaan chatbot, automasi pemasaran, hingga deteksi ancaman siber. Meski demikian, adopsi ini masih menghadapi kendala klasik seperti kekurangan talenta digital dan keterbatasan dana.
“Semua pihak terkait mulai dari pemerintah, penyedia layanan, hingga masyarakat harus mulai sadar dan turut memperhatikan keamanan data digital. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal kepercayaan publik yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekosistem digital nasional.” ujarnya.
Dalam waktu dekat, APJII akan meluncurkan program kolaboratif dengan penyedia layanan internet untuk meningkatkan jangkauan jaringan di wilayah dengan penetrasi rendah, khususnya di kawasan Indonesia timur.
APJII juga akan menggandeng pemangku kepentingan strategis di bidang pendidikan, industri teknologi, dan pemerintahan untuk merancang kerangka pengembangan AI untuk publik, yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang inklusif dan memberdayakan.







