NATIVZEN.com – Pasien jantung di Indonesia kini memiliki lebih banyak harapan baru. Teknologi medis mutakhir seperti ablasi tanpa panas, angioplasti presisi, hingga operasi bypass minimal invasif kini hadir dan dibahas dalam Primaya Cardiovascular Conference 2025.
Konferensi yang mengangkat tema bertema “Beat for Life, Love Your Heart” ini diadakan dalam rangka menyambut Bulan Jantung Sedunia 2025, dengan menghadirkan pakar kardiovaskular nasional dan internasional untuk membahas inovasi terbaru untuk penyakit jantung.
Penyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Data WHO (2023) mencatat lebih dari 17 juta kematian setiap tahun, sementara di Indonesia mencapai 651.481 jiwa.

Ini terdiri dari stroke (331.349 jiwa), jantung koroner (245.343 jiwa), dan jantung hipertensi (50.620 jiwa). Angka tersebut menunjukkan urgensi peningkatan layanan kardiovaskular di Tanah Air.
“Konferensi ini menjadi sarana untuk memastikan bahwa standar layanan kardiovaskular di Indonesia terus berkembang seiring kemajuan global,” ujar dr. Esther Ramono, Chief Medical Officer Primaya Hospital Group.
Ditambahkan oleh dr. Esther bahwa dengan teknologi terbaru, pasien tidak hanya mendapatkan terapi yang lebih efektif, tetapi juga lebih aman dan berpusat pada kebutuhan pasien. Namun, teknologi harus diiringi dengan edukasi.
“Edukasi sangat penting karena pencegahan melalui gaya hidup sehat dan deteksi dini sama berharganya dengan terapi mutakhir. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung di Indonesia,” tambah dr. Esther.
Inovasi yang dipaparkan dalam konferensi diantaranya terkait Ablasi PFA, Precision PCI, Drug-Coated Balloon (DCB), CTO PCI (Chronic Total Occlusion PCI), Intervensi Darurat (Acute Coronary Syndrome) dan CABG Minimal Invasif.
Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FEHRA, FAPHRs, dari Primaya Hospital Kelapa Gading menjelaskan bahwa PFA lebih selektif dibanding metode berbasis panas, sehingga aman terhadap esofagus dan saraf.
Dalam presentasinya, dr. Yoga menyebutkan bahwa data ADVENT trial menunjukkan efektivitas sekaligus keamanan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, hal ini menjadikannya terapi masa depan untuk atrial fibrillation.
Selanjutnya, dr. Bambang Budiono, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FAPSC, FSCAI dari Primaya Hospital Makassar memaparkan mengenai Precision PCI. Ia mengatakan bahwa intervensi koroner kini tidak lagi cukup hanya mengandalkan angiografi.
“Dengan dukungan pencitraan intravaskular dan fisiologi koroner, Precision PCI memungkinkan terapi yang benar-benar personal. Pendekatan presisi ini terbukti meningkatkan keberhasilan, keamanan, serta kualitas hidup pasien dalam jangka panjang,” jelas dr. Bambang.
Sementara itu, dr. Rony M. Santoso, Sp.JP (K), FIHA, FESC, FAPSC, FSCAI dari Primaya Hospital Tangerang mengangkat terobosan stentless era. Setelah puluhan tahun mengandalkan stent, kini hadir Drug-Coated Balloon (DCB).
“DCB lebih sederhana dan tidak meninggalkan logam di pembuluh darah. Hasil penelitian menunjukkan risiko perdarahan lebih rendah, durasi penggunaan obat DAPT lebih singkat, serta outcome pasien lebih baik,” ujar dr. Rony.
Untuk kasus kompleks, dr. Isman Firdaus, SpJP (K), MPH, FIHA, FAPSIC, FAsCC, FESC, FACC, FSCAI dari Primaya Hospital Bekasi Barat menjelaskan tentang CTO PCI (Chronic Total Occlusion Percutaneous Coronary Intervention).
“CTO PCI adalah prosedur yang sangat kompleks. Namun dengan seleksi pasien yang tepat, perencanaan menyeluruh, serta teknologi pencitraan intravaskular dan teknik recanalization modern, angka keberhasilan CTO PCI kini semakin baik,” jelas dr. Isman.
Paparan terkait penanganan darurat disampaikan oleh dr. Robert Edward Saragih, Sp.JP (K), FIHA dari Primaya Hospital Bekasi Barat yang menekankan pentingnya intervensi cepat dengan PCI dini untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut.
Kemudian terkait perkembangan Coronary Artery Bypass Graft (CABG), dr. Jayarasti Kusumanegara, SpBTKV, Subsp.JD(K), FIATCVS dari Primaya Hospital Makassar menjelaskan bahwa penggunaan graft arteri ganda atau total arterial revascularization.
“Ini terbukti menurunkan risiko kematian jangka panjang secara signifikan, dengan survival 12 tahun meningkat dari 54% menjadi lebih dari 63%. Penerapan teknik minimal invasif serta protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) memungkinkan pasien pulih lebih cepat,” ujar dr. Jayarasti.
Teknologi kardiovaskular yang semakin maju memungkinkan penanganan penyakit jantung menjadi lebih presisi dan aman. Namun, edukasi kepada pasien tetap menjadi kunci utama yang disampaikan oleh para dokter.
“Sebagus apapun teknologinya, pencegahan dan deteksi dini tetap nomor satu. Kami ingin generasi muda lebih sadar akan gaya hidup sehat, olahraga teratur, dan pemeriksaan rutin, agar angka kematian akibat jantung dapat ditekan,” pungkas dr. Esther.







