NATIVZEN.com – United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menyelenggarakan forum nasional “St@y Safe in Digital Space: Behind the Screen—Trafficking Is Closer Than You Think” di Double Tree Hotel pada 4–5 November 2025.
Forum ini digelar untuk menyoroti eskalasi perdagangan orang yang semakin banyak difasilitasi ruang digital, termasuk perekrutan melalui iklan kerja palsu dan skema migrasi yang menyesatkan.
Forum ini merupakan bagian dari Proyek PROTECT yang didanai Uni Eropa, dilaksanakan bersama ILO, UN Women, UNODC, dan UNICEF untuk memperkuat hukum, layanan, dan perlindungan terkait migrasi yang aman dan adil di Kawasan Asia Tenggara.

Statistik Terkini: Skala Masalah yang Mengkhawatirkan
- Di Asia Tenggara, kasus perdagangan orang untuk “forced criminality” yang terkait operasi scam online meningkat sekitar 4,7 kali, dari 296 (2022) menjadi 978 (2023).
- Laporan PBB memperkirakan setidaknya 120.000 orang di Myanmar dan sekitar 100.000 orang di Kamboja dipaksa menjalankan operasi scam online, menggambarkan krisis lintas-batas yang masif dan terorganisir.
- Data terbaru INTERPOL menunjukkan korban telah diperdagangkan dari 66 negara, dengan 74% dibawa ke pusat-pusat scam di Asia Tenggara. Kini, tren tersebut bersifat global dan semakin memanfaatkan teknologi baru seperti AI.
- Untuk konteks Indonesia, laporan TIP 2024 mencatat 3.239 WNI teridentifikasi dalam operasi scam online di Asia Tenggara dan 1.132 diidentifikasi sebagai korban perdagangan orang. Tercatat, Kementerian Luar Negeri telah memberikan layanan perlindungan kepada 798 WNI korban perdagangan orang di luar negeri sepanjang 2023.

“Perdagangan orang yang difasilitasi teknologi berkembang pesat, mulai dari perekrutan, hingga kontrol. Kini semua itu berlangsung sepenuhnya di ruang digital,” ujar Abie Sancaya, National Programme Officer for Human Trafficking and Migrant Smuggling, UNODC.
Lebih lanjut, Abie juga menegaskan bahwa melindungi masyarakat menuntut kolaborasi lintas-sektor. Oleh karena itu, membangun ekosistem digital yang aman adalah garda terdepan dalam sebuah pencegahan.
“Keterlibatan Jobstreet by SEEK menunjukkan pentingnya peran platform ketenagakerjaan online dalam mencegah penipuan lowongan kerja yang berisiko mengarah pada tindak pidana perdangan orang,” tambah Abie.

Sementara itu, Sawitri, Head of Country Marketing – Indonesia, Jobstreet by SEEK, yang menjadi panelis pada sesi “Safe Job Searching in the Digital World”, membahas cara mengenali tanda bahaya, verifikasi peluang, dan menjaga keamanan saat mencari kerja secara online.
“Salah satu modus yang kian marak menjerat korban adalah penipuan lowongan kerja. Karena itu, SEEK menempatkan keamanan dan integritas platform sebagai prioritas, dengan deteksi dini menggunakan AI, proses verifikasi secara berjenjang, serta edukasi bagi pencari kerja,” ujar Sawitri.
Mengapa Perekrutan Terstruktur Menjadi Penting?
Penipuan berkedok lowongan sering kali beredar di kanal yang tidak terstruktur, seperti chat pribadi dan media sosial tanpa verifikasi, sehingga pelaku bisa begitu lebih leluasa memanipulasi korban.
Dengan perekrutan terstruktur di platform tepercaya, tahapan rekrutmen, mulai dari posting, seleksi, hingga komunikasi, semuanya terverifikasi, terdokumentasi, dan dapat diaudit. Dengan begitu akan mempersempit ruang gerak penipu.
“Melalui Gerakan #NextMillionJobs yang kami inisiasi pada 2024 lalu, Jobstreet by SEEK juga mendorong perusahaan untuk beralih ke perekrutan terstruktur di platform pencarian kerja resmi untuk melawan job scam,” lanjut Sawitri.
Modus Umum Penipuan Lowongan Kerja
- Tawaran kerja paruh waktu yang ”mudah” via WhatsApp/Telegram (mis. tugas “like/subcribe” media sosial), diawali transfer komisi kecil lalu berlanjut skema deposit/top-up, dan akhirnya dana tidak dikembalikan.
- Permintaan biaya “administrasi/pelatihan/peralatan kerja” di awal proses rekrutmen, indikasi klasik lowongan kerja palsu yang diimbau untuk dihindari oleh otoritas ketenagakerjaan.







