NativZen
Advertising Area

Frekuensi 1,4 GHz Hadirkan Internet Berkualitas dengan Harga Terjangkau

Komdigi menargetkan lelang 1,4 GHz akan selesai pada semester pertama 2025.

Advertising Area

NATIVZEN.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang bersiap-siap untuk menggelar lelang frekuensi 1,4 GHz pada tahun ini. Langkah ini diharapkan dapat memperluas akses internet tetap (fixed broadband) yang lebih terjangkau bagi masyarakat.

Namun, lelang frekuensi ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Hal inilah yang menjadi topik diskusi dalam forum Morning Tech bertajuk “Lelang Frekuensi, Untuk Siapa?”. Diskusi ini digelar oleh Indotelko pada Senin, 24 Februari 2025.

Peluang Akses Internet Murah

Dalam diskusi tersebut, Benny Elian selaku Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Digital Komdigi, menegaskan bahwa spektrum frekuensi ini akan digunakan untuk menghadirkan layanan internet berkualitas dengan harga terjangkau.

“Dengan melelang frekuensi 1,4 GHz, kami ingin menghadirkan internet yang lebih murah bagi masyarakat, dengan tarif berkisar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan untuk kecepatan hingga 100 Mbps,” ujar Benny.

Terkait dengan hal itu, Benny juga menjelaskan bahwa Komdigi menargetkan lelang 1,4 GHz akan selesai pada semester pertama 2025, tentunya sebelum lelang spektrum frekuensi 700 MHz dilaksanakan.

Benny juga menyebutkan bahwa hingga saat ini, terdapat tujuh perusahaan yang menunjukkan minat terhadap frekuensi tersebut. Namun, jumlah peserta tersebut kemungkinan bisa bertambah saat proses lelang resmi dibuka.

Tantangan Regulasi dan Persaingan Pasar

Penetrasi fixed broadband di Indonesia masih tergolong rendah, dengan angka 21,31% dari total rumah tangga. Kecepatan unduh rata-rata juga hanya mencapai 32,07 Mbps, tertinggal dibandingkan negara-negara lain.

Oleh karena itu, pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz melalui Broadband Wireless Access (BWA) dianggap sebagai salah satu solusi terbaik yang bertujuan untuk memperluas cakupan internet dengan biaya lebih rendah.

Namun, menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Mitra Bangsa, Kamilov Sagala, transparansi dalam proses lelang harus dijaga. Hal ini tentunya bertujuan agar saat penawaran lelang digelar tidak ada praktik monopoli.

“Tentunya kita sudah tahu bersama bahwa frekuensi adalah sumber daya terbatas yang harus dikelola dengan adil. Jika tidak, hanya segelintir perusahaan saja yang akan mendapatkan manfaatnya,” tegas Kamilov.

Selain itu, Kamilov juga mengingatkan bahwa dengan tujuh pihak yang sudah berminat, persaingan bisa menjadi ketat dan harga spektrum bisa melonjak tinggi jika mekanisme lelang hanya berbasis harga.

Sementara, Sigit Puspito Wigati Jarot sebagai Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) yang turut hadir dalam diskusi Morning Tech ini menyoroti pentingnya pembangunan infrastruktur digital yang berkualitas.

“Saat ini, Indonesia tertinggal dalam pengembangan 5G. Tercatat, kecepatan rata-rata internet di Indonesia baru mencapai 30 Mbps. Ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara di ASEAN lainnya,” ungkap Sigit.

Oleh karena itu, Sigit juga menekankan bahwa regulasi yang adaptif dan kolaboratif sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan transformasi digital bisa berjalan berkelanjutan dan kompetitif.

Model Kompetisi dan Implikasi bagi Industri

Dalam dunia telekomunikasi, berbagai model kompetisi dapat diterapkan dalam pengelolaan frekuensi ini. Sigit menjelaskan bahwa terdapat beberapa opsi, mulai dari Infrastructure-Based Competition, Wholesale Access Model, hingga Public-Private Partnership.

“Setiap model memiliki kelebihan dan tantangannya masing-masing. Untuk Indonesia, pendekatan hibrida yang melibatkan pemerintah daerah tentunya bisa menjadi solusi yang terbilang tepat,” ujar Sigit.

Ditambahkan oleh Sigit bahwa tarif layanan setelah penawaran lelang juga harus menjadi perhatian. Ia pun menyoroti bahwa harga untuk layanan seluler dan FWA (Fixed Wireless Access) sebaiknya dibedakan.

“Kompetisi harga seluler bersifat nasional, sedangkan harga FWA bisa lebih variatif, bahkan hingga tingkat lokasi rumah. Oleh karena itu, sebaiknya ada perbedaan harga FWA antara wilayah perkotaan dan pedesaan agar lebih adil,” pungkasnya.

Dengan berbagai peluang dan tantangan yang ada, keberhasilan lelang frekuensi 1,4 GHz sangat bergantung pada kebijakan yang diambil oleh Komdigi. Jika proses lelang dilakukan dengan transparan dan adil, maka langkah ini dapat dorongan peningkatan akses internet di Indonesia.

Avatar photo

Eko Lanue Ardie

co-Founder & Pimpinan Redaksi nativzen (www.nativzen.com); Jurnalis di industri teknologi dan gadget yang sudah berkecimpung sejak 2010.

Advertising Area
Advertising Area

Your Header Sidebar area is currently empty. Hurry up and add some widgets.