NativZen
Advertising Area

Lonjakan Transaksi Perjalanan, Dokumentasi, dan Hiburan Warnai Liburan Sekolah 2025

tiket.com mencatat kenaikan akomodasi selama liburan sekolah 2025 hingga mencapai 79%.

Advertising Area

NATIVZEN.com – Musim liburan sekolah 2025 kembali menunjukkan perannya sebagai pendorong utama pertumbuhan konsumsi domestik di Indonesia. Dari sektor perjalanan hingga pertunjukan teater, masyarakat semakin mengutamakan konsumsi berbasis pengalaman.

Hal ini terungkap dalam forum Power Lunch “Peluang Bisnis Di Musim Liburan Sekolah” yang diselenggarakan GDP Venture, di Jakarta (23/07), menghadirkan para pemimpin industri dari tiket.com, SweetEscape, Galeri Indonesia Kaya (GIK), serta pemaparan data oleh Lokadata.id.

Platform perjalanan tiket.com mencatat lonjakan transaksi yang signifikan selama musim liburan sekolah 2025, dengan akomodasi meningkat akomodasi naik 79%, atraksi wisata naik 45%, dan tiket penerbangan naik 38%.

Di luar periode liburan sekolah, sepanjang paruh pertama 2025 tiket.com juga mencatat pertumbuhan transaksi sebesar 54% dibandingkan tahun lalu yang didorong oleh meningkatnya kebiasaan masyarakat untuk mengambil jeda singkat dari rutinitas, atau tren micro-break.

“Sebelum pandemi, masyarakat umumnya menunggu libur panjang untuk berlibur. Kini, ada kebutuhan baru untuk rehat sejenak dari rutinitas,” ujar Gaery Undarsa, Co-Founder & CMO tiket.com.

Lebih lanjut, Gaery menambahkan bahwa tiket.com juga melihat pergeseran dari long haul ke short haul, dari destinasi luar negeri ke domestik, dan dari liburan tahunan menjadi momen-momen jeda yang lebih sering dan lebih personal.”

Fenomena experience economy turut ditegaskan oleh Suwandi Ahmad, Chief Data Officer Lokadata.id. Ia menjelaskan bahwa masyarakat kini berlibur bukan semata untuk beristirahat, tetapi untuk menciptakan pengalaman yang bermakna dan layak dibagikan.

“Hari ini, nilai liburan tidak hanya soal lokasi atau harga, tetapi tentang cerita yang bisa dibawa pulang dan dibagikan. Kami juga menemukan bahwa konsumen semakin memprioritaskan kegiatan yang memberi dampak emosional seperti konser,” ungkap Suwandi.

Lebih lanjut, Suwandi juga memaparkan bahwa pengeluaran konsumen selama acara seperti konser bisa melampaui harga tiketnya sendiri, dan ini menunjukkan besarnya nilai dari pengalaman itu sendiri.

Suwandi juga mencatat pergeseran pola dalam liburan keluarga. Jika dulu keputusan destinasi banyak ditentukan oleh anggota keluarga perempuan tertua sebagai pengelola rumah tangga (seperti ibu atau nenek), kini keputusan lebih bersifat kolektif.

Artinya, keputusan untuk pergi ke destinasi liburan bisa dibentuk oleh seluruh anggota keluarga yang memiliki preferensi dan keinginan masing-masing, terutama karena setiap orang ingin memiliki pengalaman pribadi yang berkesan dan bisa dibagikan secara individual.

Temuan ini pun ikut memperkuat insight dari Gaery yang menyebutkan bahwa motivasi konsumen hari ini untuk pergi liburan bukan lagi semata soal jarak, tetapi soal makna dari momen itu sendiri, yang pada akhirnya bisa dibagikan lewat media sosial ke banyak orang.

Dalam konteks hiburan, Galeri Indonesia Kaya (GIK) menegaskan posisinya sebagai destinasi yang memadukan edukasi dan hiburan selama musim liburan sekolah. Seluruh pertunjukan teater musikal dan budaya di dalam galeri bersifat gratis.

Meski ditawarkan secara cuma-cuma, namun GIK tetap berhasil menarik antusiasme yang tinggi. Hal ini terlihat secara langsung dari lonjakan jumlah pengunjung yang mencapai lebih dari 27.000 orang selama periode libur. 

“Fenomena ‘war tiket’ kini tak hanya terjadi di konser berbayar, bahkan masyarakat berlomba mendapatkan tiket gratis di GIK seperti yang ramai dibagikan di media sosial,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Ditambahkan oleh Renitasari bahwa hal itu bukan tanpa alasan. Karena masyarakat yang ingin datang untuk menikmati hiburan di GIK juga ingin menjadi bagian dari momen sosial bersama keluarga atau kerabat.

Tak hanya menghadirkan hiburan, GIK juga memperkuat fungsi edukatifnya melalui konten interaktif yang dirancang khusus untuk generasi muda. Cerita rakyat seperti “Lutung Kasarung” dari Jawa dan “Empat Raja” dari Papua disajikan lewat panel digital interaktif.

Ini menjadikan GIK sebagai destinasi liburan sekolah yang mendidik sekaligus menghibur bagi seluruh keluarga. Di luar galeri, dua pertunjukan musikal berbayar yang diselenggarakan GIK bersama pihak ketiga selama periode liburan sekolah juga terbilang menarik.

Ada pertunjukan Keluarga Cemara yang diadakan selama 30 hari dan Petualangan Sherina yang diadakan selama 15 hari. Kedua acara tersebut berhasil menarik total lebih dari 43.000 penonton, dengan tiket Petualangan Sherina yang habis terjual.

Menurut Renitasari, teater kini menjadi alternatif hiburan yang tak kalah menarik dibanding konser atau film layar lebar. Menonton teater hari ini bukan hanya dianggap keren, tapi juga mencerminkan minat pada konten yang cerdas dan bernilai budaya.

Sementara itu, SweetEscape, layanan fotografi profesional yang kini hadir di lebih dari 500 kota di seluruh dunia, juga mencatat lonjakan permintaan yang terbilang tinggi, yakni lebih dari 35% selama liburan sekolah.

Menurut David Soong, Founder & CEO SweetEscape, tren dokumentasi kini tidak lagi terpusat di objek wisata populer, tetapi juga bergeser ke vila tempat menginap dan ruang terbuka lainnya yang lebih personal.

“Para fotografer yang ada di SweetEscape kini tak jarang berperan ganda sebagai pemandu lokal, sekaligus menunjukkan spot-spot destinasi wisata tersembunyi yang estetik alias hidden gem dan Instagramable,” ujar David.

Tren ini juga memperkuat fenomena experience sharing, di mana konsumen ingin segera membagikan momen liburannya melalui media sosial. Untuk mendukung kebutuhan tersebut, SweetEscape menjanjikan seluruh hasil foto yang terlihat lebih profesional.

Hasil foto yang telah diedit maksimal bisa diunduh dalam waktu 48 jam bahkan seringkali sudah dapat diunduh keesokan harinya. Menurut data internal SweetEscape, tiga destinasi dengan permintaan tertinggi selama musim liburan kali ini adalah Bali, Sydney, dan Singapura.

Dengan menggabungkan data transaksi aktual dan hasil survei konsumen, diskusi Power Lunch ini menegaskan bahwa liburan sekolah kini bukan sekadar momen beristirahat, tetapi telah menjadi titik strategis dalam siklus konsumsi nasional.

Perubahan perilaku paska pandemi menunjukkan pergeseran besar dalam cara masyarakat memaknai waktu luang yang kini sarat dengan dimensi budaya, emosional, dan pengalaman yang bisa dibagikan.

Seperti yang disimpulkan oleh Ossy Indra Wardhani, Corporate Affairs Director GDP Venture sekaligus pemandu diskusi, bahwa pandemi mendorong percepatan di banyak bidang, termasuk perubahan besar dalam perilaku konsumen.

“Liburan kini tak harus panjang atau jauh, tetapi menjadi waktu berkualitas yang dimaknai secara personal bersama keluarga atau teman dekat, dalam aktivitas apapun yang berbeda dari rutinitas harian,” pungkas Ossy.

Avatar photo

Eko Lanue Ardie

co-Founder & Pimpinan Redaksi nativzen (www.nativzen.com); Jurnalis di industri teknologi dan gadget yang sudah berkecimpung sejak 2010.

Advertising Area
Advertising Area

Your Header Sidebar area is currently empty. Hurry up and add some widgets.