NATIVZEN.com – Di tengah percepatan adopsi kecerdasan buatan alias AI secara global, Indonesia terus memperkuat fondasi transformasi digitalnya—dengan investasi pada sumber daya manusia.
Dengan kebutuhan lebih dari 600.000 talenta digital setiap tahunnya demi mencapai visi Indonesia Emas 2045, upaya peningkatan keterampilan berbasis teknologi bukan lagi sekadar pilihan.
Inklusi digital dan literasi AI kini menjadi prasyarat untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki peran dalam ekonomi masa depan. Menjawab kebutuhan ini, Microsoft, berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meluncurkan elevAIte Indonesia.
Ini sebuah inisiatif pelatihan AI berskala nasional yang bertujuan membekali 1 juta masyarakat Indonesia dengan keterampilan dan kepercayaan diri untuk menghadapi era AI. Program ini dirancang untuk semua orang dari latar belakang non-teknis.
Kini, hanya dalam delapan bulan sejak diluncurkan, program tersebut berhasil melampaui target satu juta peserta – tepatnya pada 1,2 juta peserta – sekaligus menunjukkan semangat belajar yang terus tumbuh di seluruh penjuru negeri.
“Mencapai lebih dari satu juta peserta tentu merupakan pencapaian besar. Namun yang paling menginspirasi adalah bagaimana semangat belajar ini berkembang menjadi gerakan yang lebih luas,” ungkap Arief Suseno, AI National Skills Director, Microsoft.
Ditambahkan oleh Arief bahwa inisiatif ini dipimpin langsung oleh para pembelajar dan komunitas yang mereka bentuk. Program elevAIte Indonesia bukan hanya soal angka atau kecepatan, tapi tentang memastikan semua orang bisa merasakan manfaat dari kemajuan digital.
“Semua ini bisa terwujud berkat kolaborasi yang begitu erat dengan para mitra dan pihak-pihak yang terus mendorong akses pembelajaran kecerdasan buatan yang lebih inklusif di seluruh Indonesia,” tambah Arief.
Selain membekali sebanyak 1,2 juta talenta digital, program elevAIte Indonesia juga melakukan pelatihan bagi sekitar 695 ribu talenta, dan menghasilkan talenta bersertifikasi atau certified sebanyak 403 ribu talenta.
Para talenta ini terdiri dari individu (168,013) atau mewakili sektor berbeda, seperti sektor edukasi (762,209 talenta), sektor komunitas (252,598 talenta), sektor pemerintah (115,078 talenta), dan sektor industri (53,344 talenta).
Inisiatif Berskala Nasional Dengan Pendekatan Lokal
Program elevAIte sejak awal dirancang bersifat nasional dalam visi, namun lokal dalam pelaksanaan. Untuk memastikan pelatihan dapat diakses secara luas dan inklusif, program ini menggandeng 22 mitra ekosistem dari berbagai sektor.
Dengan pendekatan seperti ini, pelatihan disampaikan melalui modul daring berbahasa Indonesia, sesi tatap muka di komunitas, hackathon, promptathon, serta kanal pembelajaran yang fleksibel.

Kontennya juga dirancang agar relevan untuk semua tingkat literasi digital—dari pemula hingga lanjutan. Melalui kolaborasi ini, elevAIte menjadi lebih dari sekadar program pelatihan—tetapi tumbuh menjadi gerakan grassroots yang memperluas akses dan kesempatan.
elevAIte juga memperkenalkan pendekatan yang menyenangkan dan kontekstual lewat Minecraft Education. Program ini kini digunakan di beberapa sekolah dasar dan menengah untuk mengenalkan coding dan AI dengan cara yang visual, eksploratif, dan kolaboratif.
Lebih Dari Sekadar Angka: Kisah Nyata Para Pembelajar
Di balik jumlah satu juta talenta digital, terdapat kisah-kisah nyata tentang orang-orang yang menjadi wajah dari transformasi digital Indonesia, atau changemakers dalam negeri. Sebut saja Ahmad Zikrillah, seorang guru IPA yang berusia 50 tahun.
Ia kini memanfaatkan AI dalam pembelajaran. Di program elevAIte Indonesia, Ahmad mempelajari berbagai keterampilan baru—mulai dari DevOps, pembuatan situs web, machine learning, hingga penggunaan Microsoft Copilot.
Salah satu hasilnya adalah Kertas Digital: file HTML ringan berisi materi, gambar, dan video, yang bisa diakses dan dikerjakan oleh murid di mana saja, kapan saja, bahkan secara offline di telepon genggam mereka.

Tidak hanya itu, ada juga Diana Putri, ibu rumah tangga asal Sintang, Kalimantan Barat yang menggunakan AI untuk parenting dan eksplorasi bisnis. Copilot membantunya menyaring dan meringkas informasi parenting serta membantunya mencari ide aktivitas kreatif untuk anak-anaknya.
Diana juga tengah mengeksplorasi peluang bisnis dengan bantuan AI, seperti mencari ide usaha, memahami strategi pemasaran, dan mendapatkan wawasan tentang cara membangun bisnis dari nol.
Keterampilan AI juga dapat diterapkan secara langsung untuk mendukung ketahanan iklim dan keberlanjutan, misalnya melalui proyek G-Connect yang digagas oleh tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Daerah ini kini memiliki sistem mitigasi bencana berbasis AI yang dibangun bersama komunitas lokal. Kisah-kisah tersebut membuktikan bahwa dampak nyata seringkali terlihat dari bagaimana seseorang menggunakan keterampilan baru untuk mengubah lingkungan sekitarnya.
Menghadirkan Cara Belajar Baru di Era AI
Cara kita bekerja—dan belajar—sedang mengalami pergeseran besar. Laporan Work Trend Index 2025 dari Microsoft menunjukkan bahwa 68% pekerja merasa belum memiliki keterampilan AI yang cukup, padahal 75% pimpinan perusahaan menyebut AI sebagai prioritas strategis.
Ini menunjukkan adanya kesenjangan kesiapan, sekaligus peluang besar. Program elevAIte hadir menjawab kebutuhan ini, tidak hanya lewat pengenalan alat-alat baru, tapi juga membentuk pola pikir baru: bahwa siapa pun bisa menjadi pembuat solusi, bukan sekadar pengguna.
Dengan kurikulum yang aplikatif, jalur sertifikasi AI, serta program lanjutan seperti hackathon dan promptathon, seluruh peserta dibimbing mulai dari tahap belajar hingga menciptakan solusi yang berdampak.
Dan perjalanan ini belum selesai; Microsoft akan terus memperkuat ekosistem elevAIte—dengan konten lokal yang lebih luas serta penekanan pada prinsip AI yang bertanggung jawab: aman, etis, dan inklusif.
Karena masa depan digital Indonesia bukan hanya soal teknologi—tetapi tentang siapa yang ikut membangunnya, dan elevAIte Indonesia memastikan bahwa jawabannya adalah: untuk semua orang.







